Monday, March 27, 2017

Self Love Project, What This Is All About?


Ketika gue memulai untuk menulis ini, gue berpikir keras soal bagaimana caranya agar tidak terdengar desperate sekaligus terdengar maksain bijak. 


Beberapa dari lo semua pasti sering denger dengan kata “self love” yang tentu jika dibahasa indonesiakan artinya mencintai diri sendiri. Ini beda konteks dengan apa yang tertulis sebagai lirik Love Yourself-nya Justin Bieber yang sepengetahuan gue adalah tentang orang yang hanya peduli pada dirinya sendiri atau biasa disebut egois. 


Tapi ini beda. Konteks self love di sini adalah salah satu metode untuk mampu bertahan hidup.


Biar kalian semua lebih mengerti, mari kita mundur di masa bagaimana gue mempelajari ini semua. 

Andai gue punya cerita keren dan cinema worthy untuk mengawalinya. Seperti menaiki salah satu gunung tertinggi di dunia, bertemu dengan lelaki baik hati, jatuh cinta dan dia mengajarkan gue bahwa betapa gue sangat berharga. 

Malahan, gue mempelajari ini ketika gue patah hati untuk ke tigabelas kalinya dalam sepanjang hidup gue. Saat itu gue berada dalam kamar kosan yang gelap dan berisik karena belum bayar token listrik. Memikirkan hubungan terakhir gue yang lagi-lagi tidak berujung menyenangkan. 

Kalau angka tiga belas yang biasa disebut sebagai angka sial tidak cukup meyakinkan bahwa gue memang sial dalam segala hubungan asmara, maka let say gue selalu jatuh cinta dengan laki-laki yang salah. 

Gue berbeda dengan kebanyakan teman-teman gue yang berhasil menikah dengan lelaki pujaan mereka karena “kekuatan ngomong”. Contohnya ketika mereka masih jomblo lalu ditanya kapan mereka menikah, mereka akan iseng-iseng jawab tahun depan. Dan benar saja, di tahun berikutnya mereka menikah. Jadi menurut mereka omongan adalah doa itu memang benar. 

Herannya, itu nggak pernah berlaku buat gue. Sesering apapun gue mengatakan bahwa tahun depan gue akan menikah, nyatanya hubungan percintaan gue selalu berakhir tragis di tiap tahunnya. Antara dia main cewek lain, dia ternyata nggak pernah mencintai gue atau dia berubah menjadi orang lain yang nggak gue kenal lagi. 

Dalam keadaan gelap gulita dan balutan selimut tipis seadanya, gue berpikir: what’s wrong with me. Am i being cursed? Apa reinkarnasi itu benar-benar ada dan gue adalah womanizer di kehidupan sebelumnya? Atau jangan-jangan se-simple bahwa gue memang tidak menarik, tidak lovable dan tidak berharga sehingga tidak ada orang yang menginginkan gue?

Banyak orang bijak mengatakan bahwa kita harus mencintai diri sendiri sebelum menyuruh orang lain untuk mencintai kita. 

Sayangnya itu masih nggak membuat gue merasa lebih baik. Karena bagi gue kalimat itu a lil bit cliche and also cheesy. Orang yang bisa mengatakan itu pada umumnya mungkin adalah orang yang bernasib sama dengan gue tapi sedang mencari cara untuk menghibur diri. 

Hingga suatu hari salah seorang teman yang juga sama sialnya dalam lingkaran love life mengatakan dia sudah mempersiapkan diri akan kemungkinan bahwa dia nggak akan pernah bertemu dengan yang namanya “the one”. Karena itu dia rajin menabung karena suatu hari nanti dia akan menghabiskan sisa hidupnya di sebuah negara yang sedang mengalami perang untuk menjadi relawan yang menolong para korban. 

Mendadak gue panik karena jadi ikutan berpikir: "Gimana kalau itu juga bakal terjadi sama gue? Gimana kalau seumur hidup gue nggak akan pernah bertemu dengan orang yang bisa menyayangi gue?"

Kalau benar suatu hari nanti gue akan berakhir sendirian, at least seharusnya gue bisa menjadi pribadi yang gue suka atau minimal bisa gue andalkan. Bukan someone looser, desperate yang senang menyiksa diri dengan cara menunda bayar token listrik sehingga harus tidur gelap-gelapan. 


If i am gonna stuck with myself forever, i have to be a hero for myself! 


Mendadak dalam kamar yang gelap itu gue merasakan secercah cahaya menembus hati gue dan membuat gue merasa lebih baik. Paling enggak sekarang gue punya tujuan hidup yang nggak melulu menangisi para lelaki yang silih berganti datang dan pergi. Gue punya misi yang harus dijalani. Gue harus mulai serius membenahi diri gue. 

Dan inilah yang gue sebut sebagai self love yang nggak egois. Di saat gue merasa nggak diinginkan, gue tetap ingin berjuang untuk merasa berharga tanpa memaksakan kehendak orang lain untuk mempertahankan keberadaan gue. 

Gue spesial, kalian spesial, kita semua spesial dengan segala apa yang kita punya di diri kita. 

No comments:

Post a Comment